Sepah kecil adalah cinta pertamanku. Bertemu di Tahura R.Soeryo Malang, pada sebuah pohon lamtoro tak berbuah, di situlah awal mula aku bener-bener sadar kalau aku sedang jatuh cinta pada seekor burung. Dan sepah kecil-lah definisi total bagiku tentang keindahan burung di alam.
Semasa tinggal di Jogja, setiap kali naik ke Merapi, sepah kecil pula burung yang selalu aku idam-idamkan untuk bertemu. Meski sesaat cukuplah untuk meletakkan beban rindu di dada.
Kemudian aku hijrah ke Baluran. Taman Nasional yang sangat kering sehingga lebih mirip daerah afrika daripada tropis. Maka dengan sendirinya muncul kekawatiran aku tidak akan bertemu dengan cinta pertamaku di sini. Karena selama ini lokasi pertemuanku dengan sepah kecil hanya di hutan hujan tropis pegunungan yang dingin dan hijau sepanjang tahun. Tapi sungguh di luar dugaan. Sepah kecil di sini –kalau pake istilah orang Jawa- mbledhug, kalo diterjemahkan dalam bahasa Indonesia:men-debu. Karena saking berlimpahnya.
Jika anda berkunjung ke Baluran, cobalah sekali-kali anda menyusuri jalan setapak antara Karang Tekok-Labuhan Merak. Ini adalah lokasi “buangan” di baluran. Karena tidak pernah dipromosikan atau dipamerkan ke wisatawan. Padahal di daerah inilah sebenarnya wajah Baluran yang sesungguhnya. Bahkan dia lebih afrika daripada lokasi-lokasi Baluran yang sering keluar fotonya di media-media informasi.
Di daerah ini anda masih bisa menemukan savanna dengan rumput setinggi manusia dewasa. Asossiasi hutan mangrove terbaik yang ada di Baluran, pantai-pantainya yang lebih indah daripada Bama. Tapi sayang di daerah ini pula tingkat intervensi manusia paling tinggi. Bahkan flagship-nya juga bukan lagi banteng tapi sapi gembalaan.
Nah di sepanjang jalan Karang Tekok-Labuhan Merak inilah anda akan menemukan kelompok-kelompok sepah kecil yang sangat berlimpah. Hampir di sepanjang perjalanan. Sampai-sampai bagiku, sepah kecil sudah tidak indah lagi. Karena kecantikan akan luntur dengan sendirinya kalau terlalu diumbar. Melihat sepah kecil menjadi sangat biasa kalau tidak bisa dibilang membosankan.
Luna Maya tidak bisa dipungkiri adalah sosok ragawi dengan susunan dan ukuran organ biologis yang ditempatkan oleh Tuhan dengan sangat sempurna. Tubuhnya yang semampai, senyumnya yang ranum, tatapan matanya yang teduh dan kurva tubuhnya yang aduhai adalah alasan yang sangat logis bagi kaum lelaki untuk rela memberikan apa saja yang dia punya.
Tapi ketika kecantikan itu terlalu murah ditawarkan -di tivi, koran, majalah, baliho, sampai poster-poster di kamar mandi- kecantikan itu akan menjadi konsumsi public dengan harga mengikuti harga pasar. Bukan lagi barang dengan nilai seni tinggi yang hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menterjemahkan keindahannya. Seperti sepah kecil, melihat Luna Maya menjadi sangat biasa kalau tidak bisa dibilang membosankan.
Jadi kalau anda merasa cantik, jangan terlalu sering memperlihatkan kecantikan anda kepada public-kecuali suami anda. Dengan cara apapun, entah ndekem di rumah seharian, sembunyi kalau ketemu orang, pake topeng, ngalong atau operasi plastik bila perlu.
sudah dari sononya kalo yang namanya sesuatu yang berlebihan tidak akan pernah baik,,ya kan mas
selamat mudik…
LikeLike
bagaimanapun luna maya masih tetap cantik, namun sepah kecil, lebih-lebih yang berada bebas di habitatnya, jelas jauh lebih cantik. ndak sebanding antara luna maya dan seekor burung yang bebas di alam.
LikeLike