Gak tahu, kapan terakhir aku update blog ini. Postingan terakhir aku buat kapan juga lupa. Wuihhh… setiap hari aku selalu kangen bikin tulisan baru, tapi pada saat yang sama, saat sudah masuk di halaman admin, kekangenan yang diharapkan menjadi energi alternatif untuk memunculkan kreatifitas mandeg saat itu juga.
Bener-bener melelahkan di sini. Dapat kepala kantor baru yang diharapkan bisa memicu kreatifitas dan semangat kerja baru ternyata jauh dari yang diharapkan. Jangankan bisa mem-produksi sesuatu, untuk sekedar berpikir saja serasa jauh dari… pikiran?? Pikiran kok dipikir?? Semangat pun harus dirayu sedemikian rupa supaya keluar dari lobang persembunyiannya.
Menyiapkan perhelatan akbar 1st Annual Birding Competition ternyata jauh lebih merepotkan dari “kontrak” awal yang diperkirakan. Turunan-turunan pekerjaannya bisa lebih melelahkan daripada menyiapkan lomba itu sendiri. Tapi mau apa lagi? The show must go on. Perhelatan ini harus sukses. Baluran harus menunjukkan jati dirinya bahwa dia masih ada, bahwa stigmatisasi invasi akasia yang menenggelamkan nama besar Baluran harus dihapus. Pada perhelatan inilah misi besar itu diusung. Banteng boleh nyaris hilang dari Baluran, tapi Baluran tetap harus berdiri tegak dengan segenap bantuan seluruh penghuni hutan-hutannya, salah satunya adalah burung.
Ok, itu adalah berita buruknya. Lalu apa berita baiknya? Yaitu minimal aku bisa belajar tentang bagaimana seharusnya menjadi pemimpin.
- Manager berbeda nyata dengan Pemimpin. Manager adalah simbol skill intelegensia. Sedangkan Pemimpin jauh lebih luas, dia bukan saja bermodal skill-intelengensia, tapi dia juga harus memanifestasikan watak kesungguhan, keadilan, kebijaksanaan dan rendah hati yang mewujud dalam personality yang disegani dan dicintai bawahannya.
- Menjadi Pemimpin bukan saja menjalankan administrasi-operasional kelembagaan tapi harus mampu pula menjadi pengayom hati dan perasaan orang-orang yang dipimpin.
- Menjadi Pemimpin adalah menjadi orang dicintai bukan orang yang ditakuti apalagi dibenci. Menghargai kerja keras bawahan jauh lebih penting meskipun hasilnya kurang maksimal daripada mengejar kebenaran-kebenaran dan parameter pribadi. Langkah paling mudah dan mendasar menjadi pemimpin adalah ucapkan “terima kasih” atas setiap kerja keras orang lain, meskipun itu tidak sesuai dengan harapan.
- Kesalahan terbesar seorang pemimpin adalah ketika dia tidak bisa mempercayai bawahannya. Memandang bawahan sebagai mesin-mesin industri yang selalu dipacu berproduksi, dipantau, diawasi akan berdampak fatal yaitu hilangnya semangat dan kreatifitas mesin industri yang paling canggih: rasa dan karsa.
- Mendiskusikan hal-hal ringan yang bahkan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kadang sangat perlu. Ngrasani janda kembang di kampung, ndobos ngalor-ngidul, sampai main gaple adalah strategi komunikasi terbaik untuk menciptakan kedekatan yang bisa mendobrak sekat-sekat strukturalisme.
- Dan yang terakhir, jangan lupa selalu mengevaluasi diri sendiri sebelum mengkritik orang lain dan dikritik Tuhan nanti di akhirat.
Semangat!!!
“Kesalahan terbesar seorang pemimpin adalah ketika dia tidak bisa mempercayai bawahannya. Memandang bawahan sebagai mesin-mesin industri yang selalu dipacu berproduksi, dipantau, diawasi akan berdampak fatal yaitu hilangnya semangat dan kreatifitas mesin industri yang paling canggih: rasa dan karsa”.
Koyoke iki sing melekat bener ndek otake seorang pemimpin,.. nggatheli tenan kok lek entuk pemimpin ngene iki,..
**Woo…woo… tenang bro… jo melu2 emosi hehehe…
LikeLike
hehehee,. aku ga emosi,.. tapi kenyataane ra ngono
LikeLike
we…….suwe ra sambang, tibane lagi panas hawane……..
ngadem…….ngadem……
**wes adem bos.. malah sampe masuk angin hahaha…
LikeLike