Buku SKJB Haram Direvisi!

Barusan mampir di blognya kawan-kawan pengamat burung, salah satunya punya Imam Si Peburung Amatir. Posting terbarunya dia menulis tentang terbitan terbaru buku panduan lapangan SKJB yang dikeluarkan Burung Indonesia. Dia menulis sebuah sub judul “Yang bahagia, yang pasti kecewa”.

Saya tidak punya buku itu, dan memang saya tidak pernah punya buku SKJB, tapi kata orang-orang yang sudah membeli dan membacanya ternyata tidak ada yang berubah dalam buku itu. Banyaknya catatan dan informasi baru seputar keberadaan burung di Sunda Besar yang diharapkan bisa terakomodir di cetakan 2010 ternyata sama sekali meleset. Memang sih ada buku errata terpisah yang memuat informasi paling update tapi itu bukan Buku Panduang Lapangan Sumatra,Kalimanta, Jawa dan Bali.

Sang Kitab Suci

Jadi benar juga kata Imam, yang bahagia, yang pasti kecewa. Ekspetasi yang berlebihan ketika tidak menemukan pencariannya hanya berujung pada kekecewaan. Tapi mari berpikir positif saja, kenapa tidak ada yang berubah dengan buku itu. Ada banyak kemungkinan. Pertama, yang boleh merubah isi buku itu hanya penulisnya, dalam hal ini McKinnon sebagai penulis utama dengan sepengatahuan dan ijin 2 penulis lain tentunya. Jadi bisa jadi dia sedang tidak berkenan merevisi lagi buku itu, entah karena gantung pena, sibuk, males buka-buka catatan-catatan baru tentang burung di Indonesia atau yang lainnya.

Kedua, jika ada penulis lain yang akan menulis ulang maka dia harus mendapat ijin dari penulis pertama, dan itu bukan hal mudah berkaitan dengan copyright, royalty atau gengsi. Maka si penulis baru ini mau gak mau harus menulis buku baru dengan judul baru. Tapi bukan hal mudah juga jika judul awalnya adalah menulis judul baru tapi kontennya hanya revisi. Bisa dituduh plagiat itu penulis karena banyak konten yang pasti sama persis. Belum lagi ilustrasi-ilustrasi segitu banyak tentu tidak mudah mendapatkannya. Membelinya juga tidak murah.

Ketiga, siapakah penulis(-penulis) itu? Siapakah yang bersedia meluangkan waktu dan tenaganya membuat sebuah buku panduan lapangan yang sangat dinanti-nanti oleh semua pengamat burung di Indonesia? Jika masalahnya adalah kapabilitas menulis buku yang menyangkup wilayah yang sangat luas di Jawa, Bali, Sumatra dan Kalimantan maka boleh jadi lokalitas-lokalitas lah yang harus mengambil peluang. Jika tidak ada buku SKJB yang update, maka bukan hal yang mustahil jika dimulai dari buku burung-burung Jogjakarta, buku burung-burung Semarang, Bali, taman nasional A, cagar alam B, perkebunan C, kota D atau kampus E.

Jadi, jika benar buku SKJB adalah kitab sucinya pengamat burung Indonesia maka sudah semestinya dia tidak berubah (revisi), karena yang namanya Kitab Suci pasti haram dirubah. Itu sudah dari lauful mahfud-nya sana. Jika membuat kitab suci tandingan sebegitu susahnya maka kenapa gak kita bikin saja edisi tafsirnya? Tafsir lokal menurut Ustadz Imam Taufiqurrahman, Kyai Adhy “Batak” Maruly, Gus Baskoro atau Habib Oni…

It is possible, isn’t?

17 thoughts on “Buku SKJB Haram Direvisi!

  1. betul kang swiss,,mari ngopi, mari menulis<<nek iki termasuk plagiat iklan minuman ga yo??

    salam kenal,
    zuL Bionic-Jogja
    **SALAM KENAL JUGA BRO 😀

    Like

  2. Yupz… memang SKJB kitab suci birdwatcher… tapi kan tidak semua birdwatcher megang Mazhab SKJB, ada juga yang megang mazhab DBI de-el-el. Kita yang berharap, kita yang kecewa….. ternyata cuman dicetak ulang…
    **MAKANYA TELITI SEBELUM MEMBELI HIHIHIHIHIHII…

    Like

  3. Yoi masbro,.. sing jenenge kitab suci iku haram di revisi,.. hmmm,.. aku yo ra tuku kok,..
    **KOK MELU-MELU AKU GAK TUKU? NIRU KOK SING KERE HEHEHE… AKU GAK TUKU MERGO GAK DUWE DUIT JE BRO… 😀

    Like

  4. Saya pikir yang berharap pastilah kecewa. Karena harapan disandarkan pada ekspektasi berdasarkan informasi yang salah. Tidak tahu awalnya dari mana beredar informasi bahwa akan terbit edisi revisi Buku Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Karena setahu saya tidak pernah ada pernyataan resmi bahwa akan diterbitkan edisi revisi buku yang biasa disebut field guide SJBK itu.
    Yang saya ketahui, sebelumnya ada pertemuan FGD di Bogor dan Jambi mengenai penerbitan ulang buku panduan lapangan, tak lama setelah survei kuesioner berlangsung. Di FGD itu dibahas opsi penerbitan ulang field guide SJBK, antara menerbitkan edisi revisi atau menerbitkan edisi cetak ulang. Kendala yang dihadapi dalam menerbitkan edisi revisi adalah prosesnya yang memakan waktu lama. Ini dikarenakan otoritas untuk menulis edisi revisi field guide SJBK bahasa Indonesia ada di tangan penulis ketiga (setelah Mac Kinnon dan Karen Phillipps) yaitu Bas van Balen. Dan hingga saat itu belum ada tanda-tanda bahwa Bas van Balen telah selesai mengerjakan tulisan edisi revisi. Di sisi lain, diskusi juga menyimpulkan bahwa meski banyak terjadi perubahan tata nama serta penemuan jenis baru di Sunda Besar, informasi dalam buku field guide SJBK dianggap masih memadai dan masih relevan untuk digunakan di lapangan.
    Opsi kedua yaitu penerbitan edisi cetak ulang dianggap lebih realistis berhubung prosesnya tidak tergantung oleh selesai tidaknya revisi dari Bas van Balen. Sementara kebutuhan akan buku panduan lapangan di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan sudah demikian mendesaknya. Karena itu direkomendasikan untuk menerbitkan edisi cetak ulang.
    Walau begitu, bukan berarti proses cetak ulang dapat dilakukan tanpa kendala. Buku itu sudah 10 tahun umurnya. Masih untung film untuk membuat plat cetak masih tersimpan di BirdLife Indonesia (sekarang Burung Indonesia). Itupun kondisinya sudah tidak sempurna. Beberapa lembar film untuk plat gambar sudah menempel dan menyatu sehingga sulit dipisahkan tanpa merusak filmnya. Dengan kendala tersebut, toh edisi cetak ulang field guide SJBK akhirnya terbit juga.
    Dan yang berharap akan membeli edisi revisi akan tetap kecewa. Karena niat menerbitkan edisi cetak ulang adalah untuk segera memenuhi permintaan dan kebutuhan akan buku panduan. Yang kecewa dan tidak jadi membeli akan tetap kecewa, karena pada dasarnya dia ingin punya buku panduan SJBK. Yang kecewa dan kemudian tetap membeli, setidaknya dia punya buku panduan sekarang. Seperti layaknya seorang biker bangga mempunyai motor, selayaknyalah orang yang mengaku birder ya minimal punya buku field guide. Edisi cetak ulang sekalipun. Kita masih punya waktu untuk sebuah edisi revisi. (mohon maaf, jadi panjang lebar)
    Salam 🙂

    Like

    1. Bung Roelus,
      Terima kasih udah mampir di Baluran and Me. dan tentunya komen dan informasi yang menurut saya berbeda dan “baru” dari informasi2 yang “beredar” selama ini.
      saya masih ingat di tahun 2006, waktu itu ada salah seorang staff BI yang datang ke jogja dan berkunjung ke Yayasan Kutilang Indonesia (YKI). waktu itu saya masih mangkal di sana. dan staff itu (mungkin anda juga kenal) membawa misi untuk mengumpulkan catatan2 baru di lapangan dari temen2 di jogja. “catatan2” baru disini memang bukan jurnal ilmiah tapi lebih kepada diskusi dan sharing informasi tentang perkembangan pengamatan burung di jogja. ada banyak kelompok pengamat burung yang datang waktu itu yang membagi pengalamannya seputar catatan2 baru di jogja dan “what’s the lack of skjb”. karena memang info yang disampaikan ke kami waktu itu adalah akan ada REVISI BUKU SKJB. saya masih ingat betul.
      temen2 pun banyak yang memberikan masukan dan informasi, meskipun yang banyak adalah keluhan mengenai “ketidaksempurnaan” ilustrasi dan deskripsi di buku itu.
      nah dari sini, saya rasa sudah cukup jelas misi apa yang dibawa BI dan bayangan apa yang ada di kepala mereka yang datang (termasuk saya) setelah acara itu: AKAN ADA PERBAIKAN BUKU SKJB.
      namun pada kelanjutannya isu perbaikan buku itu hilang begitu saja. nyaris tidak ada progress report terutama dari BI kepada (minimal) audien di jogja tentang perkembangan proses ini. terlebih lagi diskusi2 on line malalui milist banyak yang mengarah kepada data2 bagus yang bisa dijadikan bahan untuk merevisi skjb.
      jadi terlepas dari FGD seperti apa di bogor dan jambi, toh pengamat burung di Indonesia tidak hanya dari kedua kota itu saja kan? kenyataannya tidak ada pelurusan isu pun berita perkembangan dari BI kepada pengamat burung di Indonesia yang notabene adalah pemakai sejati skjb. jadi ketika isu yang berkembang adalah REVISI bukan CETAK ULANG menurut saya adalah yang wajar kan?
      tapi terlepas dari itu, memang upaya cetak ulang adalah hal yang paling mendesak dan mungkin paling realistis. meskipun maaf kalo saya sebut angka 10 (tahun) adalah sangat lama kalo yang keluar “hanya” catak ulang, apalagi melihat nama besar di balik succes story munculnya buku bersejarah ini di Indonesia (BI dan LIPI).

      mungkin begitu dulu dari saya… 😀

      Like

  5. Terima kasih atas ulasannya mengenai buku SJBK. Ada beberapa hal yang sepertinya perlu dijelaskan. Waktu kunjungan ke Yogya, selain survei kuesioner memang dilakukan diskusi untuk lebih memahami persoalan-persoalan terkait penggunaan buku panduan lapangan. Waktu itu memang ada kesan bahwa buku SJBK akan direvisi. Harus diakui bahwa saat itu (sebelum pertemuan FGD), opsi revisi lebih mengemuka. Namun hal itu tidak bisa mengesampingkan fakta bahwa yang berwenang melakukan revisi adalah Bas, dan sampai saat ini tidak ada komunikasi dari Bas, baik melalui email maupun pertemuan langsung yang mengkonfirmasikan bahwa dia telah menyiapkan naskah revisi untuk field guide SJBK. Dan memang benar, tidak ada pernyataan dari Burung Indonesia bahwa buku panduan SJBK akan direvisi.
    Proses perizinan untuk edisi revisi juga tidak mudah, mengingat first author (John MacKinnon) hanya memberi otoritas kepada penulis ketiga (Bas van Balen) untuk terjemahan dari edisi asli bahasa Inggris. Untuk edisi revisi tentunya harus minta izin lagi mengingat John MacKinnon dan Karen Phillipps sendiri sebagai penulis utama belum pernah malakukan revisi terhadap buku panduan yang kita terjemahkan. Pengalaman dari field guide untuk kawasan Wallacea, penulis utama tidak mengijinkan bukunya direvisi, meski yang edisi terjemahan. Padahal dinamika perkembangan ornithologi di Wallacea begitu pesatnya. Discovery dan rediscovery terus terjadi susul menyusul.
    Setelah FGD di Bogor dan di Jambi yang dihadiri teman-teman pengamat burung, akademisi, peneliti dan penggiat NGO Konservasi (wakil dari YKI dari Yogya juga hadir di Bogor), keluar rekomendasi mengenai cetak ulang buku panduan SJBK. Argumentasinya karena proses revisi tidak bisa dipastikan kapan akan selesai. Sementara kebutuhan akan buku panduan sudah sangat mendesak. Kalangan pengamat burung sampai-sampai harus memfotokopi warna atau scan dan print plat gambar dalam buku SJBK.
    Sepuluh tahun memang sangat lama kalau untuk sekadar mencetak ulang. Kami juga menginginkan ada revisi. Namun memang otoritas melakukan revisi tidak di kami. Bahkan kalau melihat cetakan awal buku panduan SJBK, sebenarnya penerbit buku seri panduan lapangan adalah Puslitbang Biologi-LIPI. Kami berinisiatif mencetak ulang tentunya dengan seizin LIPI untuk mengatasi ketersediaan buku yang ternyata sudah menghilang di pasaran, sementara permintaan akan buku tersebut justeru meningkat.
    Itu saja penjelasan dari saya, sekadar melengkapi informasi. Semoga bermanfaat. Untuk laporan hasil kuesioner, termasuk kesimpulan hasil FGD, bisa diunduh di laman berikut:
    http://vle.worldbank.org/bnpp/en/publications/environment/impact-study-field-guides-assessing-usefulness-bird-java-bali-sumatra-and-k

    Like

    1. Mas Fahrul,
      Terima kasih sudah meluruskan informasi dan tentunya semakin memperjelas permasalahan, yang seharusnya tidak cukup hanya nampang di blog saya, tapi di berbagai media informasi dan komunikasi temen2 pengamat burung di Indonesia. atau lebih jauh, apa sih yang di bahas di Bogor dan Jambi itu? hasil pertemuan itukan masih ghoib tuh untuk sebagian besar pengamat burung di Indonesia. seandainya hasil pertemuan di bogor dan jambi serta penjelasan mas Fahrul di atas diinformasikan ke semua kawan2 pengamat saya rasa istilah “yang bahagia, yang pasti kecewa” tidak akan terjadi, minimal gak kecewa2 banget lah.
      dan dari sini setidaknya saya jadi tahu bahwa permasalahan utama REVISI VIS A VIS CETAK ULANG bukan di BI atau LIPI, bukan di data, bukan pula di waktu. tapi simpul kunci yang macet ada di penulis, dalam hal ini BvB yang sepertinya tidak ada gelagat menyiapkan edisi revisi. seperti yang saya perkirakan di tulisan saya. jadi tunggu apa lagi? kenapa harus menunggu BvB? saya yakin SDM kita gak kalah hebat untuk menyusun buku baru: “Seri Panduan Lapangan Burung-burung Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Bali Yang Sebenarnya” 😀

      Like

  6. Swiss,

    Untuk memperjelas dan meluruskan, seandainya ada pertanyaan dan keluhan terhadap publikasi kami, baiknya LANGSUNG menghubungi kami. Perlu diperhatikan seperti tertera di hal. xv (edisi cetak-ulang) agar setiap pengguna menggunakan buku ini dengan kritis, dengan demikian perbaikan untuk penyempurnaan dapat dilakukan.

    salam,
    Dwi M

    Like

    1. Mbak Dwi,
      betul mbak, setiap pengguna punya hak kritis terhadap buku itu. dan memang sih akan lebih baik kalo langsung ditanyakan kepada penerbitnya, dalam hal ini BI dan LIPI. supaya lebih clear. tapi kalo itu sudah berskala kolektif, artinya bukan seorang swiss atau asman atau imam saja yang berkeluh terhadap buku, tapi hampir sebagian besar pengamat burung, seharusnya BI juga harus responsif donk menyikapi fenomena itu. ya gampangannya bikin pers conference lah, lalu menyampaikan informasi kepada khalayak itu sehingga yang paham permasalahannya gak cuma satu dua orang saja.
      semoga dari komen2 di atas, yang panjang dan lebar itu, bisa dibaca banyak orang terutama para pengamat burung di indonesia.

      makasih mbak

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s