Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada junjungan saya Rasulullah, saya sengaja memlesetkan hadist beliau Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina menjadi judul di atas. Pesan beliau sangatlah jelas, ilmu adalah alasan kenapa kita bisa hidup sampai sekarang, bahkan tidak hanya hidup, tapi bermartabat. Kok bisa sampai negeri Cina, silahkan anda mentafsirkan sendiri-sendiri.
Filsafat timur yang mengawinkan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai mistisisme yang kental adalah sesuatu yang berbeda dengan filsafat barat yang lebih menonjolkan rasionalismenya. Ini seperti dualisme kuno-modern, mistik-rasional, barat-timur. Meskipun pada titik tertinggi banyak ilmuwan barat yang menyerahkan puncak kegundahan mereka kepada Sesuatu yang jauh melebihi rasionalisme, post… nir rasional. Bahwa sesuatu itu jika dianalisa secara akal, maka mestilah sesuatu itu tampak absurd dan paradok,
Heinsberg melukiskan: “Saya ingat diskusi-diskusi dengan Bohr selama berjam-jam hingga larut malam dan berakhir nyaris dalam keputusasaanl dan ketika diskusi berakhir saya pulang sendirian berjalan-jalan di sekitar taman, saya bertanya berulang-ulang kepada diri saya: Mungkinkah alam begitu absurd sebagaimana yang tampak bagi kita dalam eksperimen-eksperimen atomik ini?”
Lalu kegundahan itu dijawab dengan sangat gamblang oleh Newton: “Tiada kekuatan biasa dapat memisahkan apa yang Tuhan sendiri telah menjadikannya demikian dalam penciptaan pertama.” Dalam pandangan Newtonian, Tuhan di awal sekali, menciptakan partikel material, gaya yang bekerja padanya, dan hukum gerak fundamental.
Jadi, yang seharusnya dipahami semua aliran ilmu dan filsafat, semua ilmu akan kembali pada Sesuatu dimana mereka berasal. Ilmu matematika, fisika, biologi, ekonomi, seni, santet, sihir, sampai ilmu gendam adalah milikNya. Perkara metode dan kurikulum sekolahannya hanyalah bagaimana anda menempatkan posisi Tuhan dalam setiap gerak sel otak anda dalam menemukan kebenaran-kebenaran di muka bumi ini. Meskipun beberapa bahkan ada yang memakai metode shortcut. Berguru langsung kepada suhunya: nepi!
Di Jawa, atau bahkan hampir di semua muka bumi, tradisi nepi dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai masalah dalam hidupnya dan belum kunjung menemui jalan keluar. Orang-orang ini sebenarnya sangat percaya bahwa ada kekuatan Besar yang mengatur hidupnya. Nepi bisa berarti dua hal, pertama, orang yang mati itu dipercaya memiliki ilmu kanuragan yang menjadikan dia memiliki sebagian kecil kekuatan besar yang bisa membantu menyelesaikan masalah hidup orang yang nepi. Kedua, orang yang mati itu memiliki karomah sebagai wali Tuhan sehingga bahkan ketika dia sudah mati karomah itu masih berlaku di dunia.
Saya tidak bicara tentang mistik apalagi syirik. Apapun alasan orang nepi di kuburan yang jelas, pada satu persamaan, bahwa orang-orang yang sudah mati dan dimintai tolong ini dulunya adalah orang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Meskipun pada era kehidupannya dulu, ilmu pengetahuan yang berkembang jelas sangat berbeda dengan ilmu pengetahuan yang berkembang di era modern sekarang. Jika anda berkunjung ke makam-makam wali songo, anda akan menemukan banyak sekali orang yang datang untuk berdoa. Ada yang menganggap bahwa kehebatan para wali itu bahkan bisa memenuhi permintaan orang-orang yang datang dan berdoa, sebagian besar menganggap bahwa karomah para wali itu akan membantu doa orang-orang yang datang sehingga bisa langsung diteruskan kepada Tuhan, jadi doanya lebih cepat nyampek dan dikabulkan oleh Tuhan daripada berdoa sendiri. Semacam accelelator begitulah.
Saya pernah datang ke makam Kyai Pandanaran di Klaten. Jumlah orang yang datang berziarah disana juga tidak kalah banyaknya dengan makam para wali songo. Saya coba cari tahu siapakah sebenarnua Kyai Pandanaran itu, ternyata beliau dulunya adalah patihnya Pangeran Dipenogoro. Ini baru patihnya, belum rajanya. Tapi setelah saya cari tahu tentang makam Pangeran Diponegoro, ternyata peziarahnya tidak sedasyat patihnya. Artinya, Kyai Pandanaran ini adalah yang sebenarnya orang pandai di jamannya. Sedangkan Pangeran Diponegoro hanyalah raja karena takdir keturunan.
Lalu bagaimana dengan orang pandai di dunia modern? Gak lucu juga to kalo saya ditanya, “Mau kemana Wiss?” trus saya jawab, “Nepi ke kuburannya Tan Malaka”. Ha yo iso diguyuk pitik sak ndoge aku.
Sebenarnya orang modern juga masih melakukan tradisi nepi ini. Bahkan orang modern yang sama sekali tidak percaya dengan kepercayaan mistis sehingga disebutlah tahayul. Orang modern dalam tradisi modern melakukan nepi dengan datang ke perpustakaan. Seorang pebisnis yang ingin meningkatkan laju usahanya akan datang ke perpustakaan untuk mencari buku-buku Adam Smith atau Friedrich Engels. Seorang seniman, mungkin dia perlu mencari inspirasi, maka pergilah dia berburu karya-karya Gesang, Affandi, sampai Sujud Sutrisno. Seorang mahasis fakultas Sospol yang ingin supaya skripsinya lancar maka berziarahlah dia ke perpustakaan untuk menemukan makam Soekarno, Tan Malaka, Hatta, Anthony Giddens, Huntington, sampai Karl Marx.
Point saya adalah: orang pandai, dimanapun juga dan sampai kapanpun akan selalu menjadi jujugan bagi siapa saja untuk membantu menyelesaikan masalah hidupnya: ingin kaya, dapat jodoh, jabatan lancar, dagangan laris atau bahkan senjata pegangan. Jadi kalau nanti kuburan anda tidak mungkin dijadikan tempat ziarah orang-orang sedunia, setidaknya satu karya anda meskipun kecil semoga akan menjadi ilmu yang berguna sampai kapanpun.
Terinspirasi oleh :
1. Majalah TEMPO edisi Tan Malaka
2. Traveling Imogiri-Jogja
3. Nongkrong plus udud di depan serambi sekedar menunggu hujan untuk sebuah ASUS
LikeLike
woo iyo yo, waktu itu kita sedang berdua, dan kau terkagum-kagum dengan inspirasi ini hahahahaaaa…. nuarsisssss….
LikeLike
Ihhh, mas Guru lupa. Kuburan Tan Malaka tak pernah ditemukan. Bahkan, kapan dan dimana kematian Tan masih diperdebatkan. Hayooo ketauan, pak guru riset mboten…
**la piye to nduk? la wong judule ae kuburan karl marx kok anjog tan malaka ki piye? neng yo masio ncen gak ketemu malah soyo sekti mandraguna to bocah iku?
LikeLike
iih, mesranya obrolan berdua… hehehe
**makane ndango golek bojo, ojok karo surip ae… wekekewkwkwk…
LikeLike
“Lalu bagaimana dengan orang pandai di dunia modern? Gak lucu juga to kalo saya ditanya, “Mau kemana Wiss?” trus saya jawab, “Nepi ke kuburannya Tan Malaka”. Ha yo iso diguyuk pitik sak ndoge aku.”… dari panjangnya postingan di atas,.. kutipan ini yang bisa bikin diriku kudu ngguyu ngekel dhewe’an, masbro!,.. hahahahahahahahaaa….
Imam: ganti surip to? batak kau campakan begitu saja,.. hehehe
LikeLike
Aku sih tergantung siapa yang booking, Man. hahaha
LikeLike
Mas Batak nesu lo mas…..
LikeLike