Musik, kata pujangga adalah bahasa hati yang taktertampung oleh kata pun warna. Bagi musisi adalah darah dimana kehidupan mereka terus mengalir dan mengalir. Untuk seorang budayawan, musik adalah bahasa dan logika yang paling mudah dimengerti oleh setiap kebudayaan di dunia. Bahkan, bagi negarawan, musik adalah emblem yang menempel di lengan kemeja kebangsaan, mensimbolkan siapa sebenarnya kita. Musik, bagi agamawan adalah ayatun min ayatillah, sesuatu yang bisa mengantarkan kita kepada Allah karena dia dimainkan dengan segala rasa cinta dan kangen kepada Yang Maha Maestro.
Lalu datanglah arus globalisme itu, gelombang dasyat yang ditunggangi kepentingan modal, ideologi bahkan politik. Musik disulap menjadi menjadi alat transfer penguasaan ekonomi, propaganda ideologi dan iklan politik yang membuat orang-orang terbuai dan bahkan tertipu. Musik lambat laun kehilangan nadanya. Alat-alat musik itu perlahan dan pasti lupa dengan suaranya. Bahwa nonton ndangdut bukan cengkok suaranya yang khas yang dimikmati, tapi lenggok bokong penyanyinya yang dinanti-nanti. Bahwa mereka suka group band bukan semata-mata kualitas kolektifitas permainan mereka yang menarik perhatian, tapi wajah ganteng, body atletis adalah agenda yang tidak boleh ketinggalan.
Alhamdulilah, Indonesia kecipratan. Perkembangan musik Indonesia sekarang semakin canggih dan sangat cepat. Grup musik bermunculan dimana-mana. Lagu-lagu baru baik dalam album indie maupun hit single nyaris tidak ada putusnya meluncur ke pasaran. Mulai dari Erwin Gutawa sampai mBah Surip. Apalagi teknologi digital yang memungkinkan siapa saja mengkoleksi beribu-ribu lagu hanya dalam alat sebesar jempol tangan, sangat memungkinkan hampir semua penduduk negeri ini mendengarkan lagu-lagu terbaru. Anak-anak kecil sampai bapak-bapak di kampung saya yang “ndeso”, yang namanya telinga disumpeli headset sudah tidak aneh lagi. Dan mereka jauh lebih update dari saya. Lagu-lagu mereka bener-bener tidak ada yang saya kenal.
Sekarang, siapapun bisa main musik. Buat grup band. Menciptakan musik. Rekaman. Dan menyematkan gelar pada diri mereka sebagai musisi. Gak usah bicara kualitas, karena agenda utama musikalisasi budaya kita adalah bukan menciptakan musik yang bagus tapi musik yang laku di pasaran. Dan supaya laku, tentunya selera pasar yang paling menentukan: kekinian!
Ah… aku jadi seperti ayam mati di lumbung padi. Setiap detik telinga ini dirasuki lagu, dari laptop, tivi, radio, MP3 player, speaker orang hajatan sampai pengamen di bis umum. Tapi sepertinya tidak ada satupun dari mereka yang bisa memuaskan seleraku. Tidak ada yang bisa membuat jiwaku ereksi! Aku butuh oase… aku butuh Daniel Sahuleka! Orang berdarah Indonesia yang lama tinggal di Belanda itu.
Kemana saja kau Bang? Kenapa baru kemaren aku dengar suaramu? Sehebat itukah degradasi kualitas budaya kita sehingga orang seperti ini tidak mampu menembus tembok instanisme musikalisasi budaya modern kita?
tgl 31 di jogja mas.
**ohya? di gedung apa bro?
LikeLike
Yachhh, kemana aja Bang. Daniel Sahuleka baru ditengok sekarang. Euuyy, masih banyak Bro, musisi diluar mainstream. Makanya, merapat sama wartawan seni donk….xixixixi….tapi satu yang harus diingat dan ini prinsipil, fine art journalist is not same with entertainment journalist, indeed!!
**weee saya kan orang awam, yang tiap hari disuguhi seni2 enternain?la gimana ne wartawan fine art kok gak menyentuh orang2 kayak saya? dimana fungsi jurnalismenya? hahahaa… hayo kon?
LikeLike
Tomorrow’s near, never I felt this way
Tomorrow, how empty it’ll be that day
It tastes a bitter, obvious to tears to dried
To know that you’re my only light
I love you, oh I need you
Oh, yes I do
How many lonely days are there waiting for me
How many seasons will flow over me
’till the motions make my tears run dry
at the moments I should cry
for I love you, oh I need you
Oh, yes I do
Don’t sleep away this night my baby
Please stay with me at least ’till dawn
It hurts to know another hour has gone by
And every minute is worthwhile
It makes me so afraid
Don’t sleep away this night my baby
Please stay with me at least ’till dawn
It hurts to know another hour has gone by
The reason is still I love you
LikeLike
ning endi wae Lik 😀
Don’t Sleep Away This Night… semenjak masa kecil taun 70an di kampung dulu, tiap hari diputar dari recorder butut atau siaran radio gelombang AM….
Old soldier never die… hehehehehe
**la takpikir itu lagu punya orang bule je. gak nyangka kalo yang nyanyi orang indonesia. hehehe… la wong ngerti di daniel juga gara2 si tedi yang nyetel. nek dirungoke suwe2 kok enak? hehehe….
LikeLike
Hahaa.. aku juga baru tau Daniel Sahuleka baru awal desember kemarin, hehee… tenaaang mas, takancani telat ngertine…
better late than never know him, kan ya? 🙂
**tapi kalo dipikir2 ya kebangeten e mbak hehehe… 😀
LikeLike
kemarin tanggal 31 ada di jogja, tapi aku lupa dimana
**lha…!
LikeLike