Palestina Membara Dalam Komik Cerdas

Palestina Membara

Cerdas! Adalah ungkapan yang langsung menyembur dari kepalaku setelah selesai membaca komik ini. Berjudul Palestina Membara, Duka Orang-orang Terusir, komik karya Joe Sacco ini benar-benar membawaku merasakan apa yang sebenarnya terjadi di tanah suci tiga agama itu. Palestina!

Cerdas, karena muatan jurnalisme di dalamnya benar-benar terwakilkan justru melalui sebuah komik yang selama ini selalu menjadi media cerita fiksi. Joe Sacco benar-benar paham bagaimana membuat karakter pemuda Palestina yang tegar, orang tua yang kehilangan keluarganya, atau tentara Zionis yang sadis, dingin atau bahkan ketika mereka ketakutan menghadapi sebuah lemparan batu para pejuang intifadah.

Cerdas, karena bisa dibayangkan berapa tokoh dalam komik yang akan digrebek tentara Zionis karena memberikan informasi yang dalam tentang pendudukan Israel kepada seorang jurnalis kalo seandainya Sacco memasang foto-foto mereka dalam karyanya. Karakterisasi tokoh melalui gambar justru membuat muatan informasi yang ditangkap oleh Sacco lebih tereksplorasi di balik catatan-catatan jurnalismenya.

Ini bukan subyektifitas saya yang memang sangat prihatin dengan kondisi di sana. Tapi percayalah kalo saya bilang fully recommended comic. Penghargaan American Book Award mungkin lebih mewakili kualitas buku ini.

***

Menyelesaikan komik ini seperti baru saja menyelesaikan perjalanan berdarmawisata di negara paling memprihatinkan di dunia. Tentunya ada banyak hal baru yang saya tahu yang selama ini selalu luput dari pemberitaan. Dan itulah hebatnya Joe Sacco mengemas alur cerita, redaksi dan karakterisasi tokoh. Cerdas keempat!

Tahukah anda apakah yang paling memalukan bagi para pemuda atau lelaki Palestina? Jangan pernah berpikir kondisi disana sama dengan di Poso, Sampit, Aceh atau tempat-tempat konflik lain di Indonesia, bahkan dunia. Kehidupan warga Palestina setelah pendudukan semua berada pada garis paling margin. Kesehatan, pendidikan, gizi apalagi informasi adalah barang yang mahal dan harus dibayar dengan mahal pula seperti kematian. Dan keadilan di mata hukum? Bersalah atau tidak bersalah, setiap warga Palestina yang ditangkap oleh tentara Zionis pasti mengalami penyiksaan! Karena mulai dari Hakim sampai sipir penjara semuanya adalah Zionis. Bisa anda rancang sendiri apa definisi tentang hukum di negara seperti itu.

Jadi apa yang paling memalukan bagi para pemuda atau lelaki Palestina? Yaitu jika dalam sejarah hidupnya tidak pernah dipenjara!

Aku tidak bilang mereka menikmati terkurung lama dalam kawat berduri Israel; tapi aku bisa bilang, biasanya mereka menghayatinya, mengenangnya dan itu selalu menjadi kecenderungan… Dan dengan 90.000 tahanan dalam empat tahun pertama Intifadah, mustahil untuk tidak duduk di samping mantan tahanan di taksi atau saat kumpul minum teh…” – Bab empat, halaman 81.

Semakin sering atau lama seseorang dipenjara, semakin bangga dia menyebut dirinya pejuang. Apalagi jika pernah kena tembak 2-3 kali atau sekarat karena kena bom. Karena tujuan hidup mereka tidak ada yang lain selain membebaskan tanah air mereka dari cengkeraman Zionis. Pengorbanan apapun akan dibayar tunai termasuk nyawa. “Pada semua orang yang benci kami, betapa indahnya mati untuk Palestina…” begitulah salah satu lirik lagu perjuangan mereka.

Lalu bagaimana kehidupan mereka di penjara? Bagaimana teknik interogasi petugas terhadap setiap warga Palestina yang dicurigai sebagai anggota kelompok militan? Saya yakin anda akan belajar ( kalau gak malah mblenger) banyak dari komik ini.

***

Penindasan Zionis terhadap warga palestina tidak cukup intimidasi fisik, karena itu hanya sebagian metode kecil untuk membuat warga Palestina takut kepada penjajah meskipun perlu dicatat bahwa itu tidak pernah berhasil. Saking frustasinya Israel menghadapi keberanian pejuang Palestina sampai akhirnya membangun tembok pemisah pada tahun 2002. Tembok pemisah wilayah Israel-Palestina adalah simbol rasisme. Dan itulah kejahatan terbesar yang dilakukan oleh Israel terhadap bangsa Palestina sejak menguasai wilayah itu. Rasisme!

Kebijakan politik luar negeri Israel adalah ekspansionisme, sedangkan kebijakan politik dalam negerinya adalah rasisme; semua orang tahu itu.

Rasisme adalah “Menurut para pejabat Israel, pada ’87 dan ’88 Israel lebih banyak menghancurkan rumah warga Palestina daripada memberikan izin membangun… Tapi, jika seorang Yahudi ingin tinggal di tanah Arab yang diduduki, ada dorongan penuh! Insentif yang bikin anda mabuk! Pemerintah mengganti biaya pindahan! Tersedia pinjaman besar berbunga rendah! Perumahan lebih murah dibandingkan di Israel! Pengurangan pajak penghasilan 7%“.- Bab tiga, halaman 63.

Rasisme lainnya seperti “Transportasi barang ke pasar beberapa kilometer dari Gaza ke Tepi Barat memerlukan enam macam surat izin, truknya sendiri harus punya surat jalan dari lima kantor… Untuk perizinan produksi, uang muka 12.000 shekel harus dibayarkan ke kantor pajak pertambahan nilai (dan kebetulan bagi petani Israel ada potongan 18%, bagi petani Palestina tidak ada keringanan seperti itu).” – Bab enam, halaman 170.

Atau “Israel memompa air Tepi Barat ke pemukiman Israel dan Yahudi dengan laju yang hanya menyisakan 17% bagi warga Palestina… Di Gaza, Israel menguasai 35% persediaan air dan pengeboran sumur-sumur 200 meter di pemukiman (Israel), meningkatkan salinitas sumur dangkal warga Palestina hingga level berbahaya.” – Bab enam, halaman 171.

***

Tapi di luar cerita-cerita kekerasan, penembakan, penggusuran atau perjuangan tanpa henti rakyat Palestina, Joe Saccor juga tidak lupa memotret kultur orang Arab-Palestina, baik yang sudah terpengaruh kependudukan atau yang sudah ada sejak dahulu.

Tentang hubungan suami-istri dalam rumah tangga, “Katanya, Islam -dan mayoritas wanita Palestina adalah muslim- memberi wanita hak-hak kepemilikan. Dan hukum Islam bisa diinterpretasikan untuk keuntungan wanita… Perjanjian pernikahan misalnya, adalah aspek Islam…” atau yang lebih luas posisi wanita dalam perjuangan Palestina, “Dan, sekalipun atmosfer revolusioner Intifadah memarakkan diskusi tentang perubahan sosial, tak seorang pun punya gambaran dimana posisi gerakan wanita dalam skema keseluruhan…

Atau siapa yang mengira kalau bangsa Palestina adalah bangsa yang sangat teroganisir dan terdidik di balik gerakan perlawanannya yang sporadis itu? Contoh yang sangat gamblang adalah bagaimana penyusunan sebuah kepanitiaan yang rapi di dalam penjara. Dengan kepanitiaan itu, setiap tahanan memiliki jatah dan hak yang sama terhadap pendidikan, informasi bahkan giliran minum teh yang adil atau sekedar mengatur antrian WC. “Beberapa contoh fungsi panitia ini bisa jadi bukti pengaruhnya, dan telingaku berdiri ketika Mohammed menyebut panitia teh…

Untuk kegiatan pengajaran “Jika kami berkumpul untuk berbicara, panitia pendidikan memilih pembicara, tenda mana, dan berapa banyak orang yang hadir… Beberapa orang dikirim untuk berjalan sepanjang kawat berduri untuk mengalihkan perhatian penjaga… Kami mengadakan ceramah tentang ekologi, filsafat, Einstein pecahnya Uni Soviet…

***

Ok, sepertinya saya sudah terlalu panjang menulis. Sekali lagi, komik cerdas ini akan mengantarkan anda melancong dan melihat lebih detail tentang siapa itu Israel siapa Palestina. Di akhir komik, sebagaimana layaknya jurnalis yang harus menjaga obyektifitas berita, Sacco menggambarkan apa pandangan Israel tentang konflik berkepanjangan ini. Dan di 2 halaman terakhir, bahkan Sacco berada dalam posisi sebagai warga non-Arab yang menaiki bus umum yang sedang melewati sebuah kamp pengungsian dimana ancaman lemparan batu sudah menunggunya, lemparan batu dari warga Palestina yang sudah dia akrabi selama 3 bulan misi jurnalismenya.

Sebelum saya tutup, saya persembahkan sebuah humor ala Palestina, dan anda akan -lagi-lagi- tahu apa yang ada di kepala orang macam Israel tentang apapun yang bukan Israel atau Yahudi atau Zionisme.

Selamat membaca 😀

Buku selanjutnya… Safe Area Gorazde

3 thoughts on “Palestina Membara Dalam Komik Cerdas

  1. Mahkota seorang jurnalis tak lain apabila ia mendapatkan assigment di 2 wilayah yang menakjubkan: disaster dan conflict area.

    Sacco telah membuktikannya. Sekian tahun ia mereportase dua daerah perang yaitu Bosnia dan Palestina. Jurnalis Amerika ini menggali kekayaan pengalamannya yang terserak di luar ficer maupun straight news. Ia dengan sungguh-sungguh memaparkan potongan kehidupan lain diantara hantaman bom, ancaman fisik sampai guncangan psikis yang dialami oleh perempuan dan anak-anak.

    Saya hanya sekejab membaca edisi Palestina ini. Namun telah usai membaca Gorazde. Tapi coba saya share kekurangan buku ini.

    Mizan, sebagai penerbit buku yang konsisten dengan muatan muslim (meski tak selalu berisi idealisme garis keras) begitu jeli hingga menemukan karya Sacco untuk dieksekusi. Tapi menurut saya, mereka -Mizan.red- tak cermat dalam mengolah bahasa tutur yang ditulis Sacco. Setahu saya, tiap menerjemahkan bahasa asing, editor bahasa tak serta merta menerjemahkan persis sama dengan versi aslinya. Cara tutur bahasa Inggris gaya Amerika dan Indonesia sedikit lain. Meski tidak beda sama sekali. Dan ini yang tak dijaga oleh penerjemah buku tersebut. Mestinya, mereka mengubah konteks kalimat-kalimat itu dalam kultur Indonesia.

    Percakapannya justru membingungkan. Bagi pembaca yang kerap melahap buku-buku sastra Indonesia akan sedikit canggung dengan runtutan kalimat Sacco dalam buku ini. Jangan-jangan saya atau temen-temen malah lebih sreg membaca versi aslinya.

    Oke, that’s all. Hehe, hanya mencoba berbagi Om. Soale tulisanmu memuji kabweehh jeee. Ra ono kritiknya. Eh, ada buku bagus juga tuhh, Hiroshima nya John Hersey (bukune nang nggone Ifa) dan In Cold Blood nya Om Truman García Capote (beliin…hiks). Selamat membaca….:)
    **tapi aku nyaman2 ae ki jeng. mungkin memang begitu gaya bahasanya? who knows? maksudku, ilustrasi komiknya sangat membantu dan sangat menjelaskan 🙂

    Like

    1. Eh satu lagi…dengan alasan apapun, perang tak bisa dibenarkan. Tapi berdiam diri yo tetep salah. Bodoh bahkan. Efek perang sungguh luar biasa bagi perempuan apalagi anak-anak. Really hate of war, EVER!!

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s