Saya sampai lupa, kapan terakhir saya motret burung. Apalagi setelah setelah punya istri baru dengan lensa macronya. Lebih apalagi lagi setelah laras panjang andalan sedang opname di rumah sakit dan sampai sekarang belum ada kabar jadi mati atau cacat seumur hidup. Mungkin karena efek ngerjain buku burung edisi Inggris kali ya? Rasanya kok sampai muneg-muneg kalo lihat burung.

Berawal dari BBC 2011 kemaren saat saya ditunjukin foto Ceyx rufidorsa oleh peserta dari Kepulauan Ceko, si Petr. Saya langsung kaget, terperangah, terengah-engah, gemeteran dan hanya keluar dua kata F… M.! Disusul fotonya Imam dengan korban yang sama, keluar lagi dua kata M….. A..! Saya sama sekali tidak mengira kalo ada Ceyx di Baluran. Karena berdasarkan pengalaman ketemu Ceyx di Bali Barat, dia itu sukanya sama hutan yang rapat, lalu dia nangkring di ranting yang rendah atau akar pohon yang dekat dengan air. Nah itukan bukan Baluran banget, meskipun ada juga sih spot-spot kayak gitu. Proficiat!

Besoknya kebetulan Lek Hari Karimun mengajak saya mengunjungi lokasi kejadian. Tanpa pikir panjang, ikut aja lah. Dan ternyata memang di sana tempat ngumpul burung. Benar-benar tidak pernah kusangka selama ini kalo tempat ini adalah tempat terbaik motret burung. Setidaknya saya bisa ketemu sama Tepus Pipi-perak, Gelatik Jawa, Kehicap Ranting, Cekakak Jawa, kelompok Columbidae dan Pelanduk Topi-hitam. Padahal kalo setiap masuk ke Bekol pasti nglewati-nya. Kalo katanya Imam, “Gajah di pelupuk mata tak kelihatan”. Padahal gajahnya juga sudah mencak-mencak, masih saja gak keliatan! Pancen matane sing bosok!
Adalah Curah Uling, curah terdekat dari Evergreen, curah dimana setelah masuk musim kemarau dia masih menyisakan beberapa ratus liter air yang digunakan satwa minum maupun mandi. Tapi karena struktur tanah di Baluran tidak bisa menyimpan air dengan baik, cekungan air hujan itu tidak berumur lama untuk berada di sana. Kalo gak salah hanya 2 hari sejak BBC 2011 cekungan air itu sudah kering. Padahal hujan terakhir terjadi 2 hari sebelum BBC.

Ok, jadi kalo gitu, untuk mendapatkan foto Ceyx rufidorsa saya harus mempertahankan air yang berada di Curah Uling. Sebenarnya ini sudah saya rencanakan sejak tahun lalu, tapi karena tahun kemaren banyak hujan seperti akan agak sia-sia. So, sepertinya sekarang adalah waktu terbaik. Percobaan pertama, saya guyur air sebanyak 400 liter. Tapi tidak sampai 24 jam sudah mengering lagi. Kalo begitu harus ditambahi sesuatu yang kedap air. Kebetulan ada bekas bak air minum satwa yang gak kepake di kantor dan di tepi jalan Batangan-Bekol. Saya pindahkan saja mereka di sana. Saya isi air lagi dengan volume yang sama lalu saya diamkan sehari supaya cooling down dulu. Sapa tahu pas proses pemasangan dan pengisian air cukup mengganggu warga di sekitar Curah Uling.

Esok harinya, atau kemarin sore, saya meluncur ke sana bermodal lensa 70-300 (hampir separo panjang lensa biasanya) pinjeman teman dan 50D pujaan saya. Dan yang terpenting adalah jubah kamuflase. Tapi untuk jubah ini akan saya buat tulisan tersendiri aja deh. Intinya, jangan harap dapat foto bagus tanpa pake alat silap mata kayak gituan.

Amazing! Lensa 300 tapi hasilnya jauh lebih baik dari lensa 500! Benar-benar menyenangkan! Perut lapar langsung terasa kenyang! Burung-burung hantu (karena seringnya cuma ketemu sekelebatan saja) keluar, meskipun tidak semua. Dan mereka seperti model profesional saja, bergaya macam apa, mau habisin berapa giga, berapa ratus frame, terserah!



Satu hal yang perlu diketahui, saat memasuki musim kemarau, air di Baluran adalah barang paling mahal. Air tawar, bukan air laut. Menyediakan air tawar di Baluran pada musim kemarau berarti mengundang para satwa datang ke situ. Tinggal ditunggui saja, satu demi satu satwa-satwa itu akan berdatangan, termasuk burung.ย Tentunya ini sangat sah dalam dunia wildlife fotografer. Karena hanya satu hal yang diharamkan baik dalam dunia wildlife fotografer maupun kita orang kehutanan yaitu KONTAK FISIK dengan satwa. Mungkin hal yang perlu dipehatikan adalah lokasi penempatan bak air. Tidak semua tempat disukai burung meskipun ada airnya. Jadi, observasi pendahuluan itu sangat penting.
Barusan ada yang komen di Facebook, “Kebo giraz giraz motret manuk neh… ki mung tumben po ben ra dihujat bareng2?”
Selamat puasa, jangan lupa banyak beramal ๐
hiks… terharu aku… ono sing akhirnya kembali ke selera asal… :p
**bar entuk Lailatul Qadr aku ndes ๐
LikeLike
Mantap banget nih mas swiss! lanjutkan!
**makasih bro, sudah mampir ๐
LikeLike
Ng ndi toh? Ngisor jembatan kae udu?
**hooh !
LikeLike
akhirnya,… muleh neh,.. setelah kepincut ro lepidoptera tau jalan pulang,…
**karena abang bukan bang toyib hahaha..
LikeLike
Gak mau komen ah liat fotonya hehe.
Mas Swiss, aku pesen buku Burung baluran donk. yah yah yah.
*tapi gratis :p
**datang ke baluran, ntar aku kasih gratis deh…
LikeLike
Weis, ane juga lagi belajar motretin burung-burung nih. Semoga bisa berbagi pengalaman.
mampir blog ane, ane baru posting foto burung.
salamkenal!
**salam kenal juga mas Agung. yup, semoga saya juga bisa belajar banyak dari sampeyan ๐
LikeLike
mas, itu yang diatas pelanduk semak atau pelanduk topi hitam yah?
**pelanduk topi hitam bro, sori salah ketik. thanks dah diingatkan ๐
LikeLike
sing jelas dudu pelanduk topi Miring nji,..
LikeLike
Foto Halcyon cyanoventris-nya sedap sejuk mas ๐
LikeLike
foto-fotonya keren” mas… i like bgt
**tengkyu bro ๐
LikeLike