Janda of Heaven

Ok, jadi sekarang mau cerita apa?

Sejak kepindahan lokasi kerja saya ke Resort Labuhan Merak, si Wiwin agaknya harus segera di-make up. Labuhan Merak adalah resort paling jauh di Baluran. Ada 2 jalur darat menuju ke sana, via jalur Bekol memutar menyisir pantai timur; dan via Karangtekok menyisir panti utara. Mau ditempuh lewat jalur manapun sama-sama bukan pilihan. Via Karangtekok jalannya lebih nyaman tapi muternya lumayan jauh. Sedangkan kalau via Bekol jaraknya lebih dekat, tapi jalannya gak hanya bikin keguguran bahkan bisa bikin mandul 7 turunan. Dan korban mandul yang pertama ya si Wiwin tentunya.

Anyway, apapun itu, setidaknya saya bisa kulakan cerita lumayan buat ngebek-ngebeki blog ini. Labuhan Merak adalah salah satu kawasan dimana sengeketa lahan antara balai dengan masyarakat berlangsung sampai sekarang. Masyakat ini dulunya, tahun 1975, adalah pekerja HGU (Hak Guna Lahan) PT. Gunung Kumitir yang kontrak resminya berakhir 2010 kemarin. Kontrak 25 tahun mendiami Labuhan Merak itu tidak sejalan dengan umur si perusahaan yang cabut pada tahun 80an. Jadilah sekarang masyarakat Labuhan menggantungkan hidupnya dari hutan dan laut Baluran. Nah di situlah sumber masalahnya.

Ketergantungan atas hutan Baluran dan lahan konsesi membuat mereka ogah direlokasi ke luar kawasan. 25 tahun itu waktu yang cukup panjang untuk membuat 1-2 keturunan sehingga pola kehidupan tertanan sangat dalam. Nah, merubah pola kehidupan seperti tidak cukup 1-5 tahun merubahnya. Jadi kalau sekarang Balai TN Baluran sibuk menyelesaikan (baca: mengeluarkan) masyarakat dari sana, dalam hati saya cuma nggreneng, “Sampeyan itu mau merubah struktur komunitas dan pola berkehidupan secepat itu?”. Pertanyaannya, barusan saya ngomong sama siapa? 😛

Tapi bukan itu cerita intinya di tulisan ini.

Apa yang terjadi pada sebuah masyarakat “agak” tertutup di dalam hubungan sosialnya? Kalau sejauh pengetahuan saya, mereka akan menjadi masyarakat yang ngglibet! Apalagi dalam urusan percintaan. Ya to? Ntar kalau cari suami-istri pasti gak akan jauh-jauh dari sana juga. Ntar cerai trus kawin lagi dengan tetangga belakang rumah. Cerai lagi, kawin lagi sama tetangga seberang sungai. Dan begitulah seterusnya. Jadi enak kalau mau meneliti silsilah genetisnketurunannya, gak akan jauh-jauh dari kampung itu juga hehehe…

Yang bikin saya senyum-senyum sendiri adalah, pola ngglibet ini menulari petugas Baluran juga! Lah kon! Sori yo bro-bro Labrak (singkatan Labuhan Merak), saya tidak ngumbar ala sampeyan, saya hanya pingin cerita lucu saja.

Setelah menjadi warga Labrak, baru sekarang ngeh dan sadar sesadar-sadarnya kenapa petugas Labrak selalu diidentikkan dengan janda! Dan alhamdulillah subhanallah Gusti, di sana jandanya masih muda-muda! Super sweet twenties! Dan inilah yang membuat petugas Labrak meskipun tidak diberlakukan piket jaga mereka tetap saja rajin stand by dan patroli. Bisa seminggu full kawan-kawan Labrak berada di kawasan. Meskipun pada akhirnya hanya saya dan Pak Dikar (KaResort) yang tidurnya di pos jaga, lainnya? Ya jelas “pengamanan” di rumah warga. Kayaknya sih yang ada jandanya hahaha… kamprettt…

Suatu malam, minggu lalu, kami berempat (anggota Labrak) anjangna ke rumah-rumah warga sekalian halal bihalal. Sejak keluar pos, lalu mampir-mampir ke rumah warga tidak sekalipun kawan-kawan bersedia dibuatkan kopi. Katanya, “Gak suwe-suwe pak, biar merata silaturahminya.” Ok masuk akan, karena memang keluarnya sudah malam, ntar bisa pulang cepat. Mungkin yang paling lama di rumahnya pak kampung (sebutan kepala dusun).

Setalah berkeliling sampailah pada sebuah rumah. Pemiliknya beberapa masih melek melihat sinetron. Di kampung ini listrik menggunakan jenset yang menyala mulai jan 06.00 sampai 23.00. Setalah masuk dan bersalaman dengan penguhinya tidak seketika kawan-kawan keluar lagi, seperti di rumah-rumah sebelumnya. Padahal mereka juga tidak ngapa-ngapain! Setelah ditunggu lama, keluarlah dari dapur wanita berperawakan montok sintal dengan wajah mirip Agnes Monica, cuman agak pesek dikit. Lah kon! Jadi ini to yang ditunggu! Pantes agak lama bokongnya kelet di kursi! Ternyata halal bihalal ini hanya kedok ngapeli si bunga!

Konon, menurut cerita orang-orang kampung, wanita ini adalah janda beranak satu yang masih berusia 22 tahun! Wow! Dan pernikahannya dengan suami yang ke berapa saya gak tahu, baru saja berakhir beberapa minggu lalu. Usia pernikahannya itupun tidak lebih dari 2 bulan! Wow (lagi)! Wanita semanis ini, muda, sintal lagi sudah janda! Sangar bro! Legi… legi… Di kampung terpelosok dalam hutan kayak gini, si Agnes benar-benar layaknya janda of heaven.

Pantes, orang-orang rajin banget kalau disuruh piket dan patroli?

Tapi sudahlah, saya tidak masalah dengan itu. Justru senang. Setiap orang membutuhkan alasan masuk akal untuk bekerja dengan rajin dan penuh dedikasi. Karena apalagi yang diharapkan dari seorang PNS supaya mereka mau bekerja rajin? Remunerasi masih tinggi di pohon kelapa lantai 27. Gaji naik tiap tahun itupun karena menyesuaikan inflasi saja, artinya daya beli ya nggak ngaruh. Daripada cari ceperan atau korupsi, kan lebih baik membahagiakan derita para janda to?

***masih edisi menulis tanpa mikir no delete***

4 thoughts on “Janda of Heaven

  1. hhaa…ha..ha…ssseemm….. ketipu mentah2. ta pikire iki ceritone si wiwin yg akan segera menjada (wong introne bahas wiwin yg akan dipermak), ndilalah janda temenan. Sakjane ono fotone “mba agnes” pasti khayalan pembaca jauh lebih liar…. haahahaaa 😀

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s