Sumba Part V: Demi Tuhan Saya Akan Kembali!

Jadi ini adalah tulisan ke 5 tentang Sumba. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Sumba 5 tahun yang lalu, hatiku telah tertambat. Jatuh cinta kepada dingin malamnya, hamparan savananya, kuburan batunya, rumah panggung kayu dan atap ilalangnya, anak-anak kecil yang riang menyapa sambil melambaikan tangannya, dan yang pasti burungnya. Hampir semua bayangan muluk tentang tanah dengan eksotisme biodiversitas dan kehidupan etnik kumpul jadi satu di pulau itu. Sumba adalah satu-satunya pulau yang selalu aku rindukan untuk kembali.

Menjadi salah satu juri kompetisi pengamatan burung yang diadakan Taman Nasional Matalawa -berasal dari penggabungan 2 taman nasional, Manupeu Tanadaru dan Laiwangi Wanggameti- bukan niat utama saya datang ke sana. Tapi berhubungan ada yang mau mbayari ongkos pesawat PP, ya mau apa lagi? Aji-aji mumpung kadang menjadi makruh kalau tidak dimanfaatkan.

Adalah Walik Rawamanu Ptilinopus dohertyi, satu-satunya burung yang menggoda saya harus kembali ke Sumba. Burung dari keluarga columbidae asli berdarah sumba ini yang dari dulu selalu luput dari jepretan kamera. Saya tidak tertarik dengan burung ikonik Julang Sumba, atau Kakatua Jambul-kuning. Saya hanya ingin walik rawamanu, dan genaplah lingkaran cinta saya dengan Sumba.

Walik-Rawamanu
Burung keluarga columbidae endemik Sumba, Walik Rawamanu

Dan meluncurlah saya, dengan puluhan peserta lomba menuju Bila. Naik oto selama 5 jam! Oto adalah truck roda 6 yang dimodifikasi menjadi angkutan umum yang bisa memuat apa saja! Mulai dari manusia, hasil bumi, kuda bahkan babi! Dan mereka bisa campur jadi satu di atas baknya. Dan gobloknya saya, tidak satupun oto yang berhasil saya foto. Ahhh… mungkin karena efek naik oto yang bagi saya lebih pantas disebut naik perahu di tengah ombak badai. Goncangannya mantab!

Konon, Bila adalah salah satu tempat dimana Tuhan menjaganya dengan sangat hati-hati dari tangan serakah pemburu dan tengkulak burung liar. Meskipun jika sampeyan lihat lebih teliti kehidupan masyarakat di sekitar Bila, mereka punya semua alasan logis dan etis untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan mengeksploitasi kekayaan hutan di Bila. Tapi agaknya, mereka lebih memilih menjadi manusia bermartabat sebagai khalifah penjaga hutan daripada sekedar memburu uang puluhan atau ratusan ribu dari berburu burung. Saya sangat takjub dengan masyarakat Paraingkareha yang mau menjaga hutan di sekitar kampung halamannya. Lebih takjub lagi begitu saya pergoki satu demi satu burung-burung yang selama ini terahasiakan dengan sangat baik.

One stop birding spot
Bila dari atas ketinggian

Jadi, apa sih yang menakjubkan dari tempat ini?

Saya menyebutnya: one stop birding site, the best site I ever visited, 5 stars bird photography spot, must visited for birdwatcher site, a place you can’t resist to visit, hollywood for birders, god dammed birding spot, God must be crazy photography site, are you kidding me site to see birds, dan sebut saja semua istilah paling tidak masuk akal yang ada dalam kepala sampeyan. Bagi saya, tempat ini takkan tertampung oleh kata-kata.

Bagaimana tidak, kurang dari 3 hari saja 50 jenis burung sudah masuk dalam checklist Burungnesia saya! Dan yang lebih gila lagi, terutama bagi fotografer burung gila, ini adalah lokasi jika sampeyan ingin pesta pora memotret burung endemik! Ada 12 jenis burung endemik yang rela dieksploitasi kemolekan tubuhnya. Motret burung gosong saja, yang konon sangat sensitif itu, seperti motret ayam di belakang rumah! Kurang hiperbola apa saya coba? Rombongan Julang Sumba bisa mencapai puluhan ekor sekali lewat! Bahkan dipotret dari dalam tenda doom! Tahun depan bahkan kita bisa mengamati dan memotret sarang Julang Sumba setinggi eye level. Pihak taman nasional rencananya akan membuat rumah pohon sejajar lobang sarang.

Kecuali gemak Sumba, semua burung endemik Sumba kumpul kebo di Bila. Belum yang endemik Nusa Tenggara atau Indonesia. Motret 2 punggok endemik, Punggok Wengi dan Punggok Sumba, gampang! Motret cekakak endemik Nusa Tenggara, Cekakak Kalung-coklat? Kecil! Bahkan pakai tangan kiri! Apalagi? Seriwang Asia, Kipasan Dada-hitam, Sikatan Sumba, Sikatan Rimba-ayun, Burung-madu Sumba, Cabai Sumba, Kehicap Kacamata, Sikatan Paruh-lebar? Garansi uang kembali!

Sebenarnya masih ada setumpuk foto yang ingin saya umbar di halaman ini. Tapi, memilah foto dan footage video sebesar 60 Gb agaknya perlu stamina dan waktu tersendiri. Jadi kalau sampeyan berencana berkunjung ke Bila, pastikan punya stok memory yang masuk akal.

Lalu, burung terakhir yang nyantol di lensa saya yang terserang jamur kronis, apalagi kalau bukan Paok La’us. Burung yang konon sombongnya ngalah-ngalahin Fira’un itu bisa sampeyan potret tanpa dipancing suara, apalagi menggunakan penutup kamuflase! Sampeyan cuma perlu diam saja. Diam dan tunggu sampai terdengar suara parapau… dan itulah saatnya sampeyan harus bersiap-siap menonton konser tunggal artis paling seksi di Bila!

Paok La'us
Artis paling seksi di Bila kala itu, Paok La’us

Agaknya saya terlalu underestimate kepada Bila, awalnya cuma mentargetkan Walik Rawamanu, ternyata oh… ternyata… Bila menjamu tamunya dengan sangat baik. Para penghuni hutannya bergantian menyajikan pertunjukan alam liar paling menakjubkan yang pernah saya saksikan. Dan saya akan kembali untuknya. Demi Tuhan saya akan kembali!

6 thoughts on “Sumba Part V: Demi Tuhan Saya Akan Kembali!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s