Melalui tulisan ini saya harus bikin pengakuan dosa. Bahwa saya adalah orang paling nggombal sedunia! Sampeyan tidak perlu ngasih pengakuan, karena saya sendiri mengakui kalau saya sangat jago mengumbar kalimat muluk dan bombastis.
Saya kerucutkan pada topik kekayaan hayati Indonesia.
Saya lupa berapa kali ceramah mendakik-ndakik di depan audien tentang betapa kayanya negara kita. Kekayaan yang tidak ternilai harganya yang bernama alam tropis dan elemen-elemen yang hidup di dalamnya. Terakhir kalinya saya mengisi kuliah singkat 0,01 sks di kampus Universitas Brawijaya, awal Agustus kemarin. Di depan para penggiat dan pelaku ecotourism se-Jawa Timur, saya obral lagi bahasan provokatif saya:
“Sampeyan pasti sudah paham kekayaan alam tropis Indonesia. Seandainya semua orang Amerika mau berjemur di seluruh garis pantai Indonesia, pasti cukup! Bali mah cuma upil! Seandainya semua penduduk Eropa mau kemping sambil menikmati suasana hutan tropis, bisa! Mau naik gunung tinggi, kita punya. Menikmati terumbu karang, tinggal plung lap. Mau apa lagi?”
Saya pun nggedabrus ngalor-ngidul… bla..bla..bla…
“Contoh spesifik saja. Kita bicara burung. Sampeyan pasti belum pernah dengar wisata birwatching kan?”
Sambil saya buka web http://www.birdtourasia.com dan tertampil di layar bioskop.
“Coba sampeyan lihat. Agen tour ini khusus menawarkan jasa mengantarkan orang-orang yang “hanya” ingin lihat burung. Di Indonesia, dia membuka paket hampir di semua pulau. Tapi itu bukan bagian paling gila. Coba sampeyan lihat di halaman “Tours”, bahkan paket untuk tahun 2018 nyaris full booked! Malah ada istilah Tour is provisionally full. Itu maksudnya si agen belum pasang harga resmi paket, tapi customer gak peduli, sudah booking, dan bayar deposit. Dan penuh!”
Penonton terdiam. Sambil ketap-ketip melihat layar presentasi.
“Jangan nggumun dulu bapak ibu. Itu masih masuk gigi 2. Sekarang gigi 3. Sampeyan tahu berapa peserta tour bayar ke si agen? Per kepala? Kita ambil harga aman, yaitu antara 4.000 sampai 6.000, US dollar! Jika satu grup maksimal 7 orang, selama 7-10 hari, maka sekali jalan seorang team leader pegang duit minimal 28.000 dollar. Minimal! Kalau pakai kurs 13 ribu rupiah, maka sama dengan 364 juta rupiah! Untuk 7-10 hari, hanya membawa 7 gundul, dan itu di luar tiket pesawat PP dari negara asal ke Indonesia. Itu baru satu paket trip!”
Penonton mulai bekeringat. Begitu juga saya.
“Jadi bapak ibu sekalian, sekarang sampeyan tahu betapa tinggi demand wisata birdwatching di Indonesia. Kenapa? Karena Indonesia sangat kaya keragaman burungnya. Belum kalau kita sebut jenis endemiknya. Tapi siapa yang ambil keuntungan dari kekayaan kita? Birdtourasia itu pusatnya di Inggris. Ada lagi Birdquest juga Inggris, Rockjumper dari Amerika, Tropical Birding juga Amerika. Belum yang agak kecil-kecil. Indonesia?”
“Indonesia juga ada, tapi skalanya masih berbasis lokalitas. Jangankan main dunia, nasional aja belum! Yang kelihatan paling keren mungkin ada Sultan Birding, tapi dia mainnya di Sulawesi dan sekitarnya. Selain itu saya belum pernah dengar. Atau saya yang kurang banyak baca koran.”
“Demand wisata birdwatching sangat sangat sangat besar! Jadi kalau bapak ibu mau pegang duit sebanyak 364 juta rupiah dalam 10 hari, sejak hari ini segera beli binokuler dan cari burung! Sudah bukan jamannya ngurusi wisatawan yang datang gruduk-gruduk naik truck, sambil bawa gitar, teriak-teriak dan pulang meninggalkan sampah dan coretan vandalisme!”
Presentasi pun saya tutup. Di luar jendela, saya mendengar 3 biji kepala anak Birdpacker, Nurdin, Waskicuk sama Budek ketawa-ketawa menghina.
Cerita di atas memang terjadi beberapa bulan lalu. Tapi dalam tulisan ini, cerita itu sebenarnya hanya teknik dramatisasi untuk menggambarkan betapa merindunya hati ini menjadi pemain utama di kandang. Sudah kering air liur ini ngasih ceramah shubuh sampai dhuhur membuka mata sodara-sodara saya betapa kita masih asik-asik saja menjadi penggembira di lapangan sendiri. Dan orang-orang bule itu juga gak kalah asik-asiknya keluar masuk Indonesia sambil bawa duit ratusan juta.
Lalu muncullah nama itu, Birdpacker!
Gerombolan anak muda tidak jelas arah dan tujuan hidupnya. Bahkan jenis kelamin pun tidak tertulis di KTP. Mau bikin tour agent tapi bingung mau touring kemana dimana. Jualan kaos, dalam 1 tahun sukses mengumpulkan laba 3 milyar rupiah! Tapi diam-diam nol-nya ngglundung satu-persatu hingga tinggal 6 biji. Tapi demi Tuhan, mereka adalah anak-anak dengan semangat dan energi berlimpah ruah, sampai tumpah-tumpah! Hanya saja agak pekok.
Mari saya sebut satu-satu.
Pertama, Waskicuk. Ilmu kanuragan terhebatnya adalah pandai mbibrik -tebar pesona- sama cewek-cewek. Gak peduli status, yang penting bisa dibibrik. Jempolnya bisa menari berjam-jam menceti keyboard hapenya. Membuat kata-kata tidak realistis tentang hidup dan cinta semu. Dan ujung-ujungnya semuanya memang semu. Halusinasi tingkat pengamen. Tidak satupun cewek yang jatuh ke pelukannya.
Saya membayangkan kalau skill itu bisa dialihkan untuk mbibrik bule-bule kaya yang mau datang ke Indonesia. Jualan jasa macam tour agent kan hanya masalah bagaimana sampeyan memenangkan hati calon customer, melayaninya dengan baik, dan menghiburnya di kala sedih. Dan Waskicuk saya rasa sangat berbakat untuk urusan itu.
Kedua, Nurdin. Dia adalah manusia yang diciptakan Tuhan full paket. Kemampuan terbaiknya adalah fast learning, ditambah otot kaki kuat dan tahan masuk angin. Satu dua tahun yang lalu mungkin dia bisanya cuma bikin kopi sama angkat-angkat tripod. Hari ini mungkin sampeyan akan nggumun melihat jarinya menari di atas keyboard dan mouse mengoperasikan Adobe PS-AI, ArcGIS atau Android Studio. Hutan di Cangar sudah habis olehnya. Sarang burung paling kamuflatif, seperti Berencet Kerdil, tidak akan luput dari radarnya.
Yang paling saya suka dari dia adalah pembawaannya yang hangat. Selalu nyaman kalau kemana-mana sama dia. Semua orang pasti nyaman berbincang-bincang dengannya. Hanya saja dia memiliki kekurangan yang menurut saya sangat fatal, yaitu kabel-kabel syarafnya made in China. Jadi kadang nyambung kadang putus. Tapi lebih banyak putus daripada nyambungnya.
Ketiga, Wibi. Dia adalah pemain impor untuk musim depan. Saya gak tahu bagaimana mendeskripsikan orang satu ini. Pemain lapangan tulen. Mulai dari pendampingan pemburu biar insyaf, melatih anak-anak muda di desa pelosok sekitar Alas Purwo bikin kaos, sampai makelar mobil, makelar penyanyi dangdut, balapan merpati. Dia orang yang sangat komunal. Jaringannya luas dimana-mana. Kekurangannya gak banyak dan sepele, tapi bikin ngakak. Sampeyan tahu? hahaha… Dia itu gak tahu gimana caranya bikin paragraf rata kanan! Atau paling pekok, caranya membuka file .zip! Nah kon! hahahaha….
Keempat, Afwan dan Budek. Dua sejoli yang sampai hari ini gak jelas statusnya di Birdpacker. Mau disebut penggembira tapi kalau ada acara ngikut terus, mau disebut pemain inti tapi ilang-ilangan. Mboh… saya tunggu saja keploknya.
Kelima, beberapa formasi pemain veteran. Lutfian, Tika, Abid, Sigit, Memek eh… Memed, yang pintu Birdpacker selalu terbuka untuk mereka kembali ke barisan. Tapi agaknya mereka terlalu sibuk dengan hatinya. Jadi biarkan saja. Kalau gak berjodoh di dunia, insyaAllah berjodoh di akhirat.
Birdpacker bukan kumpulan orang hebat. Bukan pula yang terbaik. Tapi cita-cita berdiri di atas kaki sendiri harus diperjuangkan. Menjadi pemain inti di lapangan sendiri itu sangat memalukan kalau tidak tercapai. Dan kita sudah berabad-abad lamanya menahan malu, sambil singsot seakan-akan tidak ada terjadi apa-apa.
Pinginnya sih, semua pengunjung wisatawan birdwatching yang masuk Indonesia lewatnya melalui Birdpacker. Lalu tamu-tamu itu didistribusikan ke lokasi-lokasi dimana ada guide lokal. Birdpacker hanya pintu masuk, sangat lancang kalau kita yang masuk langsung ke sana. Keterlibatan pemandu lokal adalah wajib. Terlebih lagi kalau pemandu-pemandu itu dulunya adalah pemburu yang insyaf, dan sejahteralah burung-burung kita.
Kurang muluk apa kata-kata gombal saya? š
Bersambung Musim 2…
apapun tujuannya… hobi, profit, jualan merchandise, komunitas… atau apalah… selama itu positif dan mengajak untuk menjaga alam, itu kereeenn!!!
di Jakarta juga banyak yg hobi foto burung, biasanya ke cagar alam pantai indah kapuk, tetapi harus mengurus izin ke departemen kehutanan terlebih dahulu utk masuk kesana. atau kalau mau bebas bisa wisata burung ke pulau rambut di kepulauan seribu. saya juga pernah bertemu turis mancanegara yang foto² burung di taman nasional gunung gede pangrango bogor, lensa kameranya woww panjangnya 3 jengkal hho, jadi ya… ada lah komunitas² dan biro travel Indonesia seperti itu yg underground.
kalau agan minat, agan bisa kirimkan artikel mengenai perjalanannya wisata mengamati burung lengkap sama foto nya yg bagus ke email saya de_adin@yahoo.com, nanti bisa saya posting di blog saya, atau kalau ada video durasi maksimal 6 menit juga boleh nanti saya upload ke chanel youtube saya : wisata jabodetabek
free… gratis
lengkapi kontak yg bisa dihubungi sekalian siapa tau dari video / tulisan ada yg berminat dan langsung bisa menghubungi.
salam bloger, salam lestari.
LikeLike