Jadi ini adalah tulisan ke 5 tentang Sumba. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Sumba 5 tahun yang lalu, hatiku telah tertambat. Jatuh cinta kepada dingin malamnya, hamparan savananya, kuburan … Continue reading Sumba Part V: Demi Tuhan Saya Akan Kembali!
Cahaya Tuhan™, istilah yang bukan baru di telinga saya. Apalagi kalau sampeyan sering ikut pengajian atau setidaknya tidak tidur waktu khotib berkotbah di hari Jum’at. Tapi istilah ini menjadi begitu … Continue reading Mencari Cahaya Tuhan
To found this bird wasn’t my expectation. First, it’s a rare species in Baluran. Secondly, I’ve lost time a lot with no bird pictures on my frames, I almost forget … Continue reading The Story of the Red-eyed Black Birds
Perjalanan saya ke Sulawesi beberapa bulan yang lalu benar-benar meninggalkan kesan yang… gak tahu harus menyebutnya menggunakan istilah apa? Senang? Biasa? Agak kecewa? Mungkin juga sangat kecewa! Mengunjungi Taman Nasional Bantimurung yang katanya surga kupu-kupu saya justru tidak menemukan satupun yang membuat saya terkagum-kagum. Endemisitas? Saya belum membuktikan dengan mata dan lensa saya. Mungkin kah saya salah musim? Atau konon katanya kawasan karst dengan lanskap sangat indah ini pernah mengalami over hunting terhadap beberapa jenis satwanya. Kupu-kupu sudah pasti target perburuan utama karena kalo sampeyan datang ke sana, puluhan penjual menawarkan dagangannya berupa awetan kupu-kupu dalam jumlah sangat besar! Dari mana mereka berasal? Penangkaran? No way! Saya yakin itu pasti dari alam. Itu baru yang dijual lokalan, belum yang dikirim ke luar kota apalagi ekspor. Tiga kali saya ke Bantimurung, dan mungkin hanya hari terakhir saja saya merasakan sedikit kepuasan melihat bentang alam kawasan karst yang sangat menawan.
Bantimurung day 2. Lamproptera meges (Zinken, 1831), Green Dragontail, satu-satunya kupu yang bisa mengobati rasa ingin tahu tentang tanah surga kupu-kupu BantimurungBantimurung day 2. Dua anak kecil di perkampungan Patunuang, gak dapat foto kupu-kupu, anaknya orang pun jadi korbanBantimurung day 3. Saya gak tahu apa nama desa ini, tapi saya benar-benar terkesan dengan keindahan bentang alamnya. Sebuah desa kecil, terpencil dan dikelilingi bukit-bukit karst yang menawanBantimurung day 3. Masih di desa yang sama. What a peaceful place.Bantimurung day 3. Si Atun, orang yang bertanggung jawab sehingga saya terdampar di Sulawesi, dan yang menyesatkan saya di Bantimurung. Beberapa hari setelah saya pulang, dia nge-tag foto-foto burung-burung Sulawesi jepretan dia yang bikin saya langsung misuh-misuh!Bantimurung day 3. Jika sampeyan ingin mengunjungi desa terpencil nan menawan itu, maka satu-satunya sarana transportasi yang ada hanya lewat sungai. Oh God, a lovely place at the worst time!Dan akhirnya, Bandara Udara Hassanudin. Time to end this weird trip.
Saya, dari dulu paling gak suka sama grup musik yang menonjolkan keislamannya. Meskipun saya bisa menangis tersedu-sedu saat mengumandangkan sholawat nabi, atau fly saat mendengar alunan musik-musik yang dibawakan Kyai … Continue reading Karena Musik Tidak Untuk Di-Fanatik-i