Tag: savana

Mana Bubutku?

Rutinitas akhir tahun, laporan-laporan, bikin DUPAK 5 semester, kegiatan sana-sini untuk menghabiskan anggaran belanja yang belum dijalankan, menyiapkan agenda penyegaran PEH, belum lagi tiba-tiba ditodong temen bikin poster wisata. Benar2 2 bulan akhir tahun yang melelahkan. Ah iya… senin depan diundang pelatihan TOT IBBS sama LIPI.

“Ayo Ted, ngluyur ae tembus Bilik!” begitu ajaku kepada si Tedi.

“La awakmu wes mari ta gaweane?” balas dia sambil bertanya.

“Gak ngatur gawean, muales aku!” jawabku

Pantai Kajang
Gerbang Asem Kembar

Jadilah kita berdua meluncur naik motor jam 08.00. Rute yang dilipih adalah jalan dari Batangan muter ke Bama terus sisir jalur pantai sampai tembus Karangtekok. Bagi anda yang suka adventure bermotor, saya rekomendasikan jalur ini. Menantang! Dan tentunya suguhan pemandangan khas Baluran yang – bukannya menyombong tapi emang- keren banget. Dari Batangan sampai Bama gak perlu saya ceritakan deh, karena semua pada tahu.

Begitu sampai Bama perjalan dilanjutkan menuju utara ke blok Kajang. Wilayah ini memiliki pantai yang jauh lebih indah dari Bama dengan bibir pantai yang lebar, pasir putih dan ombak tenang. Setelah Kajang, perjalanan dilanjutkan menuju blok Batu Item melewati “gerbang” Asem Kembar. Sama dengan Kajang, ini adalah blok pantai tapi dengan pantai berkarang. Dan ternyata hutan pantai di sini yang didominasi oleh jenis Kayu Buta sedang menggugurkan daun! Bener-bener mirip kayak di luar negeri! Baru tahu aku kalo bulan-bulan gini tumbuhan khas hutan pantai ini menggugurkan daunnya.

Baluran's Autumn

Melonjaklah libidoku untuk moret sana-sini.

Selesai di Batuitem. Kami lanjut ke Balanan, masih melewati sepanjang hutan pantai.

Klejingan!

Memasuki Balanan, bebukitan Simacan sudah menyambut. Dan lagi-lagi seperti tak biasanya,  pamandangan yang biasanya serba kuning mengering terutama di akhir tahun seperti ini, bebukitan Simacan kali ini tampak hijau, serba hijau. Mungkin karena intesitas hujan yang anomali tahun ini. Di pantai Balanan bahkan kami ketemu sama Wili-wili Besar (Esacus neglectus). Burung yang selama ini kami kononkan hanya ditemukan di pantai Bilik-Sijile. Seorang diri menikmati hamparan pasir putih saat air laut surut .

Path to Balanan

Lepas dari Balanan kami memasuki Lempuyang. Ada sebuah kampung nelayan kecil disana. Tapi karena sekarang lagi musim ikan, saat kami tiba di sana, kampung itu tampak sepi, hanya ada 2 buah kapal yang bersandar. Sepertinya semua orang sedang berada lahan kehidupan mereka: Laut Jawa untuk menangkap ikan. Lumayan suasana sepi ini bisa kami manfaatkan untuk istirahat sejenak. Tiduran di sebuah lincak di bawah pohon Mimbo yang rindang berbelaikan angin pantai yang asoy…

Biasanya di Lempuyang, burung migran banyak yang terlihat, tapi karena air laut sudah agak tinggi, tidak satupun burung migran yang mucul. Hanya sekelompok dara laut bertengger di batu karang yang muncul ke permukaan agak ke tengah laut.

Sebenarnya kami pingin mampir ke Bilik-Sijile, lokasi wajib yang pasti kami ampiri kalo lewat wilayah utara Baluran. Tapi sepertinya rencana itu harus dibatalkan karena hari sudah mulai sore sedangkan saya pingin nyambangi blok Gatel dimana burung migran selalu mampir ke sana kalo lewat Baluran, dan tentunya si cantik Bubut Jawa. Sudah lama tidak bertemu dengannya. Maka motorpun digenjot langsung meluncur menuju Gatel.

Setelah Lempuyang rute selanjutnya melewati kampung persengketaan antara Baluran dan masyarakat HGU Gunun

Savana Alas Malang

g Kumitir. Tanpa mengurangi gas, motor tetap dilaju kencang. Sekencang motor Win100 bisa melaju. Sebelum memasuki blok Gatel, seperti biasa, hamparan savana yang sangat luas yang masuk dalam blok Air Tawar dan Alas Malang adalah savana yang sebenarnya. Karena saking luasnya. Cuma, yang menjadi dia bukan savana yang sebenarnya ya itu, sapi gembalaan yang buanyaknya minta ampyuunn! Di Baluran yang terkenal dengan bantengnya, jumlah sapi ternak jauh lebih lestari dari bantengnya!Coba kalo savana seindah itu, dengan latar belakang gunung Baluran di belakangnya dipenuhi Banteng, Rusa, Kijang, Babi Hutan, Ajag apalagi Macan, wahh pancen Africa van Java rek!

Dan sampailah kami di Gatel. Gak sabar pingin lihat burung migran. Tujuan langsung ke areal tambak. Memasuki gerbang tambak seperti biasanya saya harus menjelaskan siapa kami dan apa tujuan kaki ke sana kepada satpam penjaga padahal ini bukan pertama kalinya kami ke sana, berkali-kali malahan. Sepertinya satpam di sana punya keterbatasan otak belakang. Mungkin kanan dan kiri juga hehehe… ngapunten pak Satpam, mung guyon :D.

Tapi lagi-lagi diluar dugaan. Burung migran sedikit sekali. Cuma Cerek Asia dan Trinil Semak, lainnya adalah penghuni tetap seperti Cerek Jawa dan Itik Benjut! Sedikit sekali genangan air di tambak-tambak yang tidak terpakai tempat biasanya para burung migran nongkrong. Bahkan beberapa sudah diperbaiki dan diisi air plus ikannya. “Waduh, kok sepi rek?!”

Mana Bubutnya?

Kami putar-putar sekeliling tambak tidak ada bedanya. “Jajal delok ngidul Ted!” ajakku ke Tedi. Arah kidul adalah hamparan semak belukar yang didominasi Beluntas dan rumput Arno. Di sanalah Bubut Jawa dan Manyar Emas selalu terlihat. Dan yang terlihat, sekali lagi dan sekali lagi, semak-semak itu sudah tidak ada. Hamparan semak itu menjadi galian-galian berbentuk persegi. Ada bekas roda mesin berat yang sepertinya digunakan untuk merapikan areal tambak itu menjadi kolam-kolam!

“Kok dadi ngene Wis?” keluh Tedi.

“La trus nang ndi Bubut-e?” balasku tak kalah mengeluhnya.

Lalu dalam hati aku cuma bisa ngrundel, “Wedhus…wedhus…!”